Setelah satu tahun merilis album solo bertajuk RIHLAH, musisi dan aktor Bisma Karisma mengajak para pendengar kembali menyelami makna album tersebut lewat sebuah acara yang intim dan menyentuh: “Persinggahan Rihlah”. Gelaran perdana berlangsung pada Minggu, 20 Juli 2025 di Suara Dewandaru, Sleman, dan menjadi titik awal dari perjalanan RIHLAH dalam format yang lebih personal.

Dokumentasi/Bisma Karisma

Lebih dari sekadar sesi mendengar, Persinggahan Rihlah adalah ruang pertemuan. Sebuah bentuk penghormatan terhadap proses, refleksi atas transformasi musikal dan spiritual, sekaligus perayaan atas perjalanan kreatif yang telah dilalui Bisma sejak meninggalkan hingar-bingar boyband dan menapaki jalur baru sebagai solois.

Dari Pop ke Kontemplasi

Bisma, yang dulu dikenal luas sebagai bagian dari grup vokal SMASH, kini menunjukkan wajah baru sebagai seniman yang menggali kedalaman rasa dan spiritualitas. Album RIHLAH, yang dalam bahasa Arab berarti “perjalanan”, berisi delapan lagu yang merefleksikan proses penemuan diri. Di antaranya, lagu “Malam” yang menggambarkan eksplorasi batin dalam kesunyian, serta “Aamiin”, sebuah penghormatan spiritual yang sarat ketundukan.

Dokumentasi/Bisma Karisma

“Persinggahan Rihlah ini menjadi kesempatan untuk menyapa pendengar dalam suasana yang lebih hangat dan terbuka,” ujar Bisma. Ia ingin menciptakan momen mendengar yang tak hanya masuk lewat telinga, tapi juga sampai ke ruang batin.

Atmosfer yang Diciptakan, Bukan Sekadar Panggung

Alih-alih tampil seperti konser biasa, acara ini dibalut suasana yang meditatif: ruangan remang dengan aroma alami, tempat duduk lesehan, dan album RIHLAH yang diputar utuh dari awal hingga akhir. Seluruh pengalaman terasa seperti ritual sunyi—menjadikan mendengarkan sebagai praktik yang penuh perhatian.

Dokumentasi/Bisma Karisma

Setelah sesi mendengar bersama, Bisma membuka ruang diskusi. Para peserta bebas bertanya atau berbagi pemaknaan mereka atas lagu-lagu yang telah diputar. “Momen ini adalah bentuk rasa syukur setelah satu tahun RIHLAH lahir sebagai medium spiritual dan reflektif,” ungkapnya.

Ditutup dengan Getaran yang Menyatu

Sebagai penutup, Bisma menghadirkan pertunjukan musik meditatif bersama Tridhatu—duo asal Semarang yang terdiri dari Aristya Kuver dan Andy Sueb, dikenal karena eksperimen sonik mereka yang berfokus pada healing dan kesadaran.

Dokumentasi/Bisma Karisma

Dalam kolaborasi ini, Bisma memainkan handpan dan karinding, alat musik tradisional Sunda yang menjadi bagian dari proses penemuan kembali akar dirinya. Kombinasi bunyi-bunyian ini menciptakan resonansi yang menyatu dengan pesan album RIHLAH—sebuah pencarian, sekaligus pencerahan.

Dari Yogyakarta ke Kota-Kota Lain

Persinggahan Rihlah tidak berhenti di Yogyakarta. Bisma berencana membawa pengalaman ini ke beberapa kota lain, membuka ruang yang sama bagi para pencinta musik untuk tak hanya mendengar, tapi benar-benar mengalami.

Album RIHLAH bukan sekadar katalog lagu, melainkan jejak langkah menuju versi diri yang lebih utuh. Dan di tengah dunia yang bergerak cepat, Bisma mengajak kita semua untuk sejenak berhenti—dan mendengarkan dengan hati yang terbuka.

Rihlah bukan hanya perjalanan Bisma, tapi mungkin juga milik kita semua.

Shares: