Ada film yang kita tonton sekali lalu lupa. Ada juga film yang meninggalkan bekas karena ceritanya ngena. Tapi ada satu jenis film yang diam-diam nempel di hati justru karena musik yang mengiringinya. Sore: Istri dari Masa Depan adalah salah satunya.

Cerita tentang Jonathan dan Sore mungkin dibungkus drama romantis dan fiksi waktu, tapi kekuatan emosinya datang juga dari lagu-lagu yang tersebar di sepanjang film. Gak cuma jadi latar, kelima lagu ini seperti narasi tambahan yang memperdalam konflik, rasa, dan pesan-pesan tak terucapkan.

Kalau kamu sempat nonton dan masih keinget suasananya, ini dia lima lagu yang jadi bagian penting dari pengalaman itu. Kalau belum nonton, ya… ini bisa jadi alasan buat nonton.

1. Terbuang Dalam Waktu – Barasuara

Lagu ini muncul di momen paling intens dalam film. Pelan, sendu, tapi punya lapisan emosi yang gak sederhana. Tidak ada ledakan musik seperti yang biasa dibawakan Barasuara. Justru karena itu, lagu ini terdengar seperti isi kepala yang selama ini ditahan.

Liriknya bukan sekadar tentang perpisahan, tapi juga tentang penerimaan. Kalau kamu pernah berada dalam situasi yang membuatmu harus melepaskan sesuatu tanpa sempat menjelaskan, lagu ini akan terasa sangat dekat.

2. Pancarona – Barasuara

Kalau lagu pertama bicara tentang penyesalan, yang satu ini seperti bicara tentang kegamangan di tengah jalan. Ada energi, tapi juga keraguan. Ada gairah, tapi juga rasa takut salah.

Pancarona adalah soundtrack untuk keputusan-keputusan besar yang harus diambil saat kamu belum benar-benar yakin. Lagu ini muncul di bagian film yang menggambarkan momen genting antara dua orang yang tahu mereka gak bisa selamanya bersama, tapi juga belum siap kehilangan.

3. Forget Jakarta – Adhitia Sofyan

Ini bukan tentang Jakarta, ini tentang kenangan. Lagu ini muncul sebagai pembuka film dan langsung menciptakan suasana yang tenang, tapi penuh tanda tanya. Seolah film ini mengajak penonton untuk melepas sesuatu, bahkan sebelum cerita dimulai.

Ada rasa ikhlas yang pahit di balik lagu ini. Cocok untuk kamu yang pernah pergi dari satu fase hidup dengan pertanyaan yang belum sempat dijawab.

4. Gaze – Adhitia Sofyan

Lagu ini adalah pelengkap rasa yang tidak bisa didefinisikan. Ia muncul di momen yang tenang tapi dalam. Gaze bukan lagu besar, tapi justru karena kesederhanaannya, ia terasa seperti detik-detik kecil yang diam-diam bermakna besar.

Bayangkan dua orang duduk diam, hanya saling menatap, tapi tahu persis apa yang sedang dirasakan masing-masing. Gaze menangkap perasaan itu dengan cara yang sangat tenang, tapi meninggalkan ruang luas untuk berpikir.

5. Hingga Ujung Waktu – Sheila on 7

Sebagai lagu penutup, lagu ini bukan sekadar penenang. Ia seperti titik akhir yang lembut setelah roller coaster emosi yang cukup panjang. Lagu ini sudah lama dirilis, tapi dalam konteks film, maknanya terasa lebih dewasa.

Ini bukan tentang janji manis remaja. Ini tentang harapan diam-diam untuk bisa tetap bersama, meski waktu dan keadaan sering kali tidak berpihak. Lagu ini menutup film dengan perasaan lega, tapi juga mengajak kita berpikir: sampai kapan sebuah perasaan bisa bertahan?

Musik sebagai Narasi Kedua

Kelima lagu ini bukan tempelan. Mereka menjadi narasi kedua dalam film. Beberapa hal tidak dijelaskan oleh dialog, tapi dimunculkan lewat dentingan gitar, bisikan vokal, atau hentakan drum yang terasa lebih jujur daripada kata-kata.

Film ini tidak akan sekuat itu tanpa lagu-lagunya. Dan mungkin, hidup kita pun seringkali terasa seperti itu juga. Kita tidak selalu ingat semua kejadian, tapi kita bisa langsung terhubung kembali hanya karena satu lagu.

Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *