Ada satu hal yang dulu tidak pernah kusangka. Aku selalu mengira, dalam hidup, aku akan lebih banyak belajar saat patah hati. Karena patah itu perih. Karena kehilangan itu dalam. Karena luka membuat kita lebih berhenti dan merenung.

“Tapi ternyata saat aku jatuh cinta, aku jauh lebih banyak belajar tentang diriku dan sekitarku.”

Rasa cinta ternyata bisa menjadi cermin yang sangat jujur. Ia memperlihatkan siapa diriku sebenarnya, bukan yang ditampilkan ke dunia, tapi yang benar-benar aku rasakan diam-diam. Cinta membuatku berani membuka pintu-pintu yang selama ini tertutup rapat. Membuatku lebih jujur. Lebih berani mengungkapkan hal yang dulu rasanya terlalu rawan untuk diceritakan.

Dan saat cinta hadir, entah mengapa semesta terasa lebih dekat. Energi-energi baik bermunculan. Orang-orang datang tanpa diminta, tapi rasanya seperti jawaban dari doa yang tak sempat terucap. Itulah awal dari Berbunga. Tapi bukan awal yang indah seperti kisah cinta di film.

Sebenarnya, yang memantik lahirnya album ini adalah rasa kehilangan.

“Aku pernah jatuh cinta sebegitu dalamnya dan akhirnya kehilangan. Dan kehilangan itu membuat dunia terasa sunyi. Tapi dari sunyi itu, aku belajar untuk mendengarkan diriku sendiri lebih dalam.”

Aku mulai menulis lagu-lagu baru.

Bukan sebagai bentuk pelarian, tapi sebagai bentuk perlawanan terhadap rasa hampa. Menulis menjadi cara untuk tetap merawat sesuatu di dalam diriku yang belum siap mati. Itulah yang terjadi dengan lagu “Puspa“.

Ternyata rasa kehilangan itu memantik diriku untuk mencoba hal-hal baru, seperti memberanikan diri jatuh cinta lagi, yang akhirnya menjadi inspirasi lagu “Puspa”.

Aku masih ingat saat menyampaikan ide Puspa ke Bang Yosef di studio. Aku bilang, “Bang, aku pengen lagunya kayak ada jutaan bunga yang meledak di dada.” Yang besar. Yang penuh. Yang tidak malu-malu menunjukkan keindahannya. Tapi tetap ada manisnya. Tetap ada harapan di balik semua letupan itu.

Kami menggarapnya dengan penuh rasa. Bass-nya dibuat dalam. Dinamikanya kami jaga supaya tetap berlapis, tidak hanya ‘senang’ tapi juga terasa seperti orang yang baru saja memberanikan diri membuka hati. Dan mungkin salah satu bagian paling jujur adalah bagian rap-nya. Aku sudah lama suka rap. Tapi tidak banyak yang tahu. Aku pun jarang menunjukkannya secara publik. Menulis bagian itu seperti menggali sesuatu yang pernah aku tinggalkan di dalam diriku sendiri.


Ada rasa takut, takut tidak diterima, takut tidak ‘aku’. Tapi justru karena takut, aku memilih yang paling jujur. Rap di Puspa adalah aku yang dulu. Dan aku yang sekarang. Yang akhirnya berdamai satu sama lain.

Album Berbunga lahir dari proses itu semua.

Dari proses patah.

Tumbuh.

Mekar.

“Cinta tidak selalu mulus: ada patahnya, ada tumbuhnya, ada mekarnya.”

Dan dalam setiap fase itu, aku tidak pernah benar-benar sendiri. Ada orang-orang yang datang dalam hidupku, mungkin tidak lama, tapi punya pengaruh besar. Mereka yang tidak hanya menemaniku saat tertawa, tapi juga saat aku terpuruk.

Ada yang hanya mampir sebentar, tapi membuka pintu perspektif yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Ada yang tinggal lebih lama, dan merekalah yang membantu menyembuhkan luka paling dalam yang bahkan aku sendiri sempat lupakan.

Aku menyadari, saat kita sedang jatuh cinta, semangat itu seperti tumbuh dari dalam dan menjalar ke mana-mana. Kehadiran seseorang bisa membawa warna baru, sudut pandang baru, bahkan cara menjalani hari yang lebih hidup. Energinya menular. Menghidupkan.

Itulah yang aku rasakan dalam proses (album) Berbunga. Bahwa jatuh cinta meski akhirnya patah, tetap layak dirayakan. Karena yang paling indah dari cinta adalah kemampuannya untuk menumbuhkan.

Dere di Iramanesia (foto oleh: Hisyam)

Bahkan saat tidak ada yang menjamin bahwa ia akan bertahan.

Keberanian untuk merasa.
Keberanian untuk jujur.
Keberanian untuk berbunga, meskipun tahu bahwa bunga bisa patah kapan saja.

“Semoga lagu-lagu di album ini bisa menemani kamu, entah saat sedang patah hati, atau saat kamu sedang jatuh cinta. Karena kadang, keduanya tidak bisa benar-benar dipisahkan.”

Dere, 2025.

Shares: